![]() |
Tumbuh Subur Diantara Rakyat yang tak makmur |
: Bagi PTPN VII
Akhirnya pecah juga. Roh-roh
nenek moyang kami kelayapan dari kuburnya. Lebih dari tiga puluh tahun
dibendung, sejak tahun 1981 dibungkam. Kami tidak ingin menjadi pemberontak, tapi
hak kami dikebiri. Jahatkah kami ? atau jahatkah para pemilik modal?. Sebagai
orang kecil kami hanya meratapi nasib, sambil memegang sertifikat hak milik
yang tak menjadi milik. Akhirnya jadi buruh tebang dari pada anak bini perutnya
kerontang. Bagai semut hitam kami berjejalan menghisap ampas tebu yang ditanam
diatas tanah nenek moyang kami.
Pernah suatu ketika ada
saudara kami yang bertanya tentang tanah ini. Lalu pemilik modal bicara panjang
lebar yang kami tidak paham. Katanya sudah izin bupati, sudah dipahami
gubernur, dilengkapi tanda tangan nenek moyang kami. Keesokan harinya tak
pernah kami lihat lagi saudara kami itu, hilang entah kemana, ditelan bumi
barangkali. Jahatkah kami bila bertanya tentang hak kami yang digiling bersama
tebu dalam mesin-mesin raksasa dan dihidangkan ke seluruh Indonesia, luar
negeri bahkan. Orang goblok seperti kami cuma bisa caci maki dalam hati.
![]() |
Menanam Tebu |
Musim panen, ritual yang paling menyebalkan. Parade mobil
pengangkat tebu membikin debu-debu berkeliaran dijalan. Menyesaki dada.
Barangkali bila dibedah dada kami isinya gumpalan tanah merah. Walau pun
menyebalkan musim panen adalah waktu yang kami nanti. Seperti semut hitam kami
berjejalan memungut rupiah dari tebu sialan, jadi buruh memang tapi lumayan
buat makan. Hujan pun tiba, kata orang adalah berkah. Tapi kata kami adalah
derita, sebab kubangan-kubangan yang dibuat truk-truk pengusung tebu sialan
dipenuhi air hujan.
![]() |
Proses Panen |
Adakah yang pernah
dengar cerita tentang kami?. Tentang daerah Indonesia yang subur disumatera,
yang lebih dari 21000 hektar tanahnya diolah Negara tapi masyarakatnya hina.
Tentu saja tidak ada yang tahu, karena kami memang dibikin goblok. Coba kalau
tanah kami diolah sendiri, mungkin anak cucu kami bisa sekolah dan beritakan
tentang kehebatan dusun kami pada kalian semua. Tapi anda semua tahu gula cinta
manis? Nah..itulah kami. Setiap pagi, setiap hari. Dari warung kopi kelas bawah
sampai kelas atas-atas sekali. Mulai dari gembel, pelacur, bapak menteri sampai
presiden dengan nikmat menghisap darah dan keringat kami dalam adukan kopi.
20 mei. Hari
kebangkitan nasional jadi semangat kami untuk bangkit dari penindasan.
Kemiskinan cukup patut membuat kami melawan. Kemiskinan mengajarkan cara
melawan. Semua atas aspirasi kami yang mulai menyusuri riwayat nenek moyang
kami. Seperti semut hitam kami berjejalan, dari subuh bahkan. Para pemilik
modal pun tidak peduli dengan teriakan kami, dengan gagah mereka kirim pasukan
untuk menakut-nakuti kami. Sama seperti dikebanyakan tempat, aparat jadi alat
perlindungan pemilik modal bukan pelindung kami.
![]() |
Pemilik Tanah vs Aparat |
Langit pagi berubah
gelap. Asap-asap menyesak napas kami. Tank minyak mesin trkator yang terbakar
meledak keras. Semua nyawa berhamburan, menonton pesta kembang api besar. Tidak
tahu siapa yang melakukan, tapi ritual musim panen biasa membakar tebu-tebu
untuk mempermudah . Jam satu tengah hari
sepuluh mobil aparat menyergap kampung kami, scenario yang sangat apik. Dua
belas saudara kami mendekam dalam sel tahanan, menyakitkan memang. Kami coba
melawan dengan kemampuan kecil. Hasilnya dua sepeda motor yang kami cicil dari
perasan keringat dihancurkan. Siapa aparat? Pembelah rakyatkah?. Berapa harga
aparat, kami akan sumbangan.
![]() |
Rakyat yang di tuduh bakar, padahal ritual panen juga ada proses ini |
Hari-hari melesat
keminggu. Perdebatan masih saja begitu gencar. Para pemilik modal bertahan,
kami juga bertahan. Segala riwayat nenek moyang kami dikeluarkan, segala
perjanjian buatan dipertontonkan. Roh-roh nenek moyang kami bergelincatan.
Protes pada tuhan. Tebu-tebu yang terbakar jadi tudingan prilaku brutal . Angka
kerugian milyaran dijejerkan, sebagai dalih kesalahan. Para bapak masih sibuk
promosi diri, masih antusias rebut kursi.
Kami akan bertahan.
Kami akan berdiri dibaris terdepan. Walau ajal dipertaruhkan. Berjam-jam kami
berdiri dikantor menteri, tak ada keputusan. Tuhan masih belum begitu paham
dengan semua ini. Para aparat dan preman tidak peduli nasib kami. Bukan juga salah mereka, karena mereka juga
sama seperti kami butuh makan dan sejahtera makanya terima uang para pengusaha.
Sepuluh orang ditahan, suaranya dibungkam. Kami tidak diam. Berjalan terus
menyusuri tiap tikungan demokrasi. Perjuangan melawan sistem yang kuat kunci.
![]() |
Proses Produksi |
Wahai para pengusaha.
Jangan tanya kenapa kami begini, sebab jawabnya ada pada sistemmu. Wahai para
aparat jadikan dirimu lebih bermartabat, jangan menjadi laknat. Kami belum
menyerah !
Langganan:
Postingan (Atom)